Jumat, 06 Juni 2008

Visi Kotawaringin Timur, Antara Realita dan Cita-cita

Berani Bermimpi

Pertanyaan besar yang kerap menguap begitu saja adalah bagaimana wajah Kabupaten Kotawaringin Timur ke depan? Sepuluh, lima belas, atau bahkan 20 tahun nanti. Realita kenyataan apa yang bakal kabupaten ini hadapi? Apakah realita itu menjadi yang tercita, ataukah hanya menjadi utopia? Apakah realita hari ini menjadi cermin di masa depan?

Pertanyaan ini memerlukan keberanian untuk bermimpi. Bukankah kata orang, kemajuan dunia saat ini adalah mimpi masa lalu? Kita mungkin masih menganggap khayalan, ketika tahun 70-an, tokoh fiksi Flash Gordon berkomunikasi dengan rekannya dengan alat kecil yang menyerupai telepon dan ada gambarnya. Faktanya di tahun 2007 atau hanya terpaut satu generasi, apa yang dihayalkan itu menjadi nyata dengan hadirnya ponsel 3G.

Itulah mimpi yang dapat terwujud. Secara resmi orang menyebutnya sebagai visi, dari bahasa Inggris vision yang berari kurang lebih penghilatan atau daya lihat. Visi yang kuat telah menghantar Nokia, perusahaan pembuat ponsel itu menjadi sebesar sekarang. Dengan visi ”teknologi yang mengerti Anda”, Nokia berhasil menjembatani apa yang mereka buat dengan apa yang diinginkan pelanggannya.

Visi memang mimpi, apalagi jika visi tanpa aksi. Pastilah benar-benar mimpi di siang bolong. Namun bagaimana dengan aksi tanpa visi? Jika seseorang bertindak sepotong-sepotong tanpa tujuan yang jelas, berarti dia tidak tahu apa sebenarnya yang ingin dia capai. Ibarat berjalan hanya melangkah selangkah-selangkah, tetapi mau sampai kemana tidak tahu. Gawatlah itu.

Dengan kata lain, aksi tanpa visi nggak nikmat. Sama juga mimpi. Bedanya, kalau visi tanpa aksi ibarat mimpi di siang bolong. Maka aksi tanpa mimpi adalah mimpi panjang di tengah malam. Tidak tahu kapan terbangunnya. Tidak punya wawasan. Tidak ada greget dan daya lihat ke depan. Wuih!

Rencana dan Realita

Khayalan yang baik (dan mudah-mudahan benar), menghasilkan rencana. Rencana yang baik, berpijak pada realita. Pada kenyataan. Ini sejalan dengan nasehat orang-orang tua kita: ”Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit, tetapi ingatlah bumi tempatmu berpijak.” Nasehat ini jujur saja, kadang membuat kita bingung jika disandingkan dengan nasehat yang lain ”Dimana bumi di pijak, di situ langit di junjung.”

Secara formal ada rencana jangka panjang, ada rencana jangka pendek, dan ada rencana kerja. Rencana jangka panjang, anggaplah 20 tahun. Jangka menengah lima tahun, dan rencana kerja masanya cuma satu tahun. Ini kalau rencana yang kita susun mengacu pada Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sesuai Undang-undang Nomor 25 tahun 2004. Kalau mengacu pada yang lain, misalnya pada sistem anggaran dengan konsep MTEF (Medium Term Expenditure Framework) akan ada kesatuan rencana kerja dalam masa tiga tahunan.

Daripada pusing dengan banyak istilah, maka baiknya kita berkaca pada diri kita saja. Bahasa keren-nya mencoba manyusuri pinggir tapih. Siapa sih kita? Sedang dimana? Punya apa, dan jadinya mau kemana? Lebih gamblangnya, jangan bermimpi bahwa pada tahun 2025 nanti Sampit akan seramai Surabaya. Cukuplah seramai Singapura saja. Seandainya ada orang Singapura yang berhayal bahwa pada tahun 2025 nanti Singapura sesepi Sampit, juga boleh khan?

Namanya juga mimpi. Mimpi yang bersandar pada realitas akan membuat rencana itu menjadi mungkin. Untuk itu perlu analisa-analisa. Bukan hanya analisa ekonomi, tetapi juga analisa lain yang menyangkut kehidupan masyarakat. Analisa ekonomi juga jangan hanya cukup dengan analisa SWOT. Gunakan analisa lain semisal LQ, dan banyak lagi yang para ekonom lebih tahu. Dengan analisa itu kita tahu bahwa ekonomi Kotim 25 tahun ke depan bertumpu pada bidang ini, jika begini begitu. Tetapi jika beginu begiti, maka akan seperti itu. Sehinga perlu alternatif dalam mengembangkan ini. Meskipun itu juga perlu, dan seterusnya.

Namun demikian, berdasarkan data yang ada, untuk sementara ekonomi Kotim tampaknya bertumpu pada bidang pertanian. Setidaknya data yang ada menyatakan bahwa kontribusi sektor pertanian merupakan yang terbesar yakni 38,89 % di tahun 2002 dan meningkat menjadi 40,80 % di tahun 2005. Sektor terbesar kedua adalah perdagangan sebesar 19,37 %.

Bila mau agak cerewet dengan melihat masing-masing sub-sektor, maka yang terbesar adalah subsektor perkebunan 15,15% di tahun 2003, 16,88 % di tahun 2004 dan 18,44% di tahun 2005. Sedangkan sub-sektor kehutanan pada tahun 2003 berkontribusi 5,20 %, kemudian di tahun 2004 menjadi 4,56% dan pada tahun 2005 memiliki kontribusi sebesar 4,08 %. Ini berarti subsektor perkebunan mengalami kenaikan dan subsektor kehutanan mengalami penurunan.

Ada yang tahu bahwa data ini ketinggalan jaman. Ya, memang begitu. Ini hanya sebagai gambaran bahwa data itu penting. ”Data mahal, ” kata teman yang mengerti statistik, ”tetapi membangun atau mengambil keputusan tanpa adanya data, jauh lebih mahal lagi.” Jangan bingung, sebab data yang mahal itu sering jadi data saja, ketika tidak dibaca. Atau Cuma dibaca angkanya saja dan tidak bisa menyimak apa yang ada di balik data itu. Misalnya jika pertumbuhan ekonomi lima persen, pertumbuhan penduduk tiga persen, sementara inflasi tujuh persen, artinya apa? Banyak kita yang bingung. Termasuk membedakan antara multiplayer effect dengan trickle down effect juga bingung.

Usul Visi

Menyadari realita dan sifat visi yang mesti dinamis, maka coba-coba mengusulkan visi Kotim yakni ”Mewujudkan Kotawaringin Timur sebagai pusat pelayanan jasa regional yang bertumpu pada agroindustri dan perdagangan.” Visi ini kemudian disingkat, biar lebih populer, dengan sebutan ”Visi Mentaya 2025”.

Visi ini tidak terlalu panjang, biar gampang diingat dan fokusnya jelas. Juga tidak terlalu pendek, supaya jelas maksudnya dan dapat difahami. Dalam visi ini juga tidak dicantumkan kata-kata ”adil, makmur, atau sejahtera” karena tiga unsur itu, ditulis atau tidak dalam sebuah visi, sudah merupakan kewajiban negara mewujudkan. Sudah diwajibkan oleh konstitusi!

Walaupun begitu, visi yang diusulkan tersebut sudah mencakup adanya dimensi pencapaian (pusat pelayanan jasa regional) dalam sebuah visi, adanya dimensi wilayah (Kotawaringin Timur), dan adanya dimensi waktu (2025). Selain menunjukkan adanya proses (melalui agroindustri) serta menyertakan spesifikasi (bertumpu pada agroindustri dan perdagangan).

Selanjutnya visi ini dijabarkan dalam tiga misi utama yang disebut sebagai Tiga Misi Mentaya yang mengingatkan kita pada tiga anak sungai Mentaya yang terbesar yakni Sungai Tualan, Sungai Cempaga, dan Sungai Sampit. Ketiga ini misi itu tidak terpisah dan mengalir sebagaimana anak-anak sungai Mentaya menjadi satu dan membentuk rangkaian kesatuan yang saling bergantung dan membutuhkan.

Misi itu adalah (1) mengembangkan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan, agama, kesehatan, dan pengembangan ekonomi kerakyatan; (2) Mengembangkan kualitas sumberdaya buatan melalui pengembangan infrastruktur, penataan ruang, dan pelestarian lingkungan, dan (3) menjaga identitas budaya melalui pengembangan budaya rumah betang dalam kehidupan sosial kemasyarakat untuk tetap menghormati kebersamaan dalam kebinekaan.

Dengan usulan visi ini mudah-mudahan Kabupaten kita punya daya saing dan keunggulan kompetitif di masa yang akan datang. Bukan sekedar keunggulan komparatif yang hanya mengandalkan sumberdaya alam seperti tersedianya lahan yang luas untuk sawit atau karena adanya potensi tambang. Kebanggaan kita sebenarnya bukan pada berapa investor dan investasi yang masuk, tetapi nilai tambah apa yang terjadi pada masyarakat Kotawaringin Timur dengan adanya investasi dan investor itu.

Kesejahteraan jangka panjang, kelestarian lingkungan, dan martabat sebagai bangsa. Kira-kira itulah tiga kata kunci yang harus kita pertahankan ditengah persaingan ekonomi regional di kawasan saat ini. Ini untuk mencegah para investor hanya mengeruk keuntungan semata dan memperlakukan daerah kita tidak lebih dari unsur produksi atau penyedia lahan dan bahan semata.


torsdag den 31 maj 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar